<< Back

Value Creation Dalam Konteks Berkelanjutan: Menyelaraskan Keuntungan Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan

Blog

INTRODUCTION

Pada awal abad ke-20 terjadi perubahan yang sangat besar terhadap bumi. Dalam kurun waktu 100 tahun perubahan yang terjadi sangat cepat. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa dunia kini telah memasuki “Anthropocene” sebuah era di mana aktivitas manusia secara signifikan mempengaruhi fungsi sistem Bumi (Crutzen dan Stoermer 2000) 1). Dampak yang mendalam, dan hampir di mana-mana termasuk dampak pertanian terhadap lingkungan (Foley et al. 2005, Beddingtone et al. 2012) 2) perubahan-perubahan tutupan lahan, emisi gas rumah kaca, emisi gas rumah kaca yang berlebihan. penggunaan air, dan dampak keanekaragaman hayati.

 

Kita hidup dengan sumber daya yang semakin terbatas di tengah angka pertumbuhan penduduk bumi yang semakin meningkat. Proyeksi terbaru menunjukkan populasi dunia dapat tumbuh menjadi sekitar 8,5 miliar pada tahun 2030 dan 9,7 miliar pada tahun 2050. Untuk itu penting sekali upaya menjaga pola hidup yang memikirkan aspek keberlanjutan sumber daya tersebut bagi kepentingan kita saat ini dan bagi generasi yang akan datang. Pada tahun 2015 PBB meluncurkan Suistanable Development Goals (SDGs) dengan 17 tujuan yang menyentuh aspek- aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. SDGs meningkatkan dan memperluas kerangka kerja berkelanjutan dengan menggabungkan aspek sosial, eknomi dan lingkungan yang saling terkait dan memperhitungkan dampak global dan nasional dalam upaya menjaga kelangsungan hidup di muka bumi, serta melindungi hak- hak masyarakat dan menjamin keseimbangan dan kesetaraan diseluruh dunia.

Adanya tuntutan bisnis untuk bisa tumbuh dan berkembang, kedepannya tidak hanya akan fokus pada peningkatan kapasitas atau nilai yang bersifat ekonomis, namun juga harus mulai berfokus untuk menjaga keberlanjutan seperti amanat SDGs, sudah juga harus memperhitungkan peningkatan nilai bagi lingkungan dan sosial.

 

VALUE CREATION

Value bagi sebuah perusahaan atau organisasi bisa diartikan sebagai prinsip atau filosofi yang mendasari tujuan dan strategi bisnis yang dijalankan. Nilai-nilai tersebut menjadi panduan bagi seluruh karyawan untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Nilai-nilai ini mencakup norma, etika, moral, dan budaya perusahaan yang tercermin dalam kebijakan, tata cara kerja, dan perilaku setiap karyawan. Dalam jangka panjang, nilai-nilai ini mempengaruhi citra dan reputasi perusahaan di mata publik, klien, dan investor. Sebagai contoh, nilai-nilai seperti integritas, kreativitas, kerjasama, dan orientasi pada pelanggan bisa menjadi pilar utama dalam membentuk nilai perusahaan yang kuat. Dengan memperkuat nilai-nilai ini, perusahaan dapat menghasilkan produk dan layanan yang lebih baik, menjalin hubungan yang lebih baik dengan pelanggan, serta membangun kepercayaan dan citra positif di mata publik. Pada pembahasan tulisan ini, value yang akan dibahas bukan value pada tataran filosofi, tata nilai atau pun etika umum yang berlaku, namun value yang diulas akan dibatasi pada business value berupa economic value, social value dan environmental value.

 

Value creation merujuk pada proses di mana nilai baru diciptakan atau nilai yang sudah ada ditingkatkan dalam suatu organisasi, bisnis, atau industri. Dalam konteks bisnis, nilai dapat diciptakan dengan berbagai cara seperti meningkatkan efisiensi produksi, mengembangkan produk atau layanan yang lebih baik, meningkatkan kualitas, meningkatkan pengalaman pelanggan, mengurangi biaya, meningkatkan kecepatan pengiriman, dan sebagainya. Tujuan utama dari penciptaan nilai adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan. Hal ini juga dapat membantu perusahaan untuk memenangkan pangsa pasar yang lebih besar, mempertahankan pelanggan, meningkatkan citra merek, dan menciptakan keunggulan kompetitif.

Menurut Carlson-Polizzotto, pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan merupakan kunci dari keberhasilan value creation 3)

 

KONSEP BERKELANJUTAN

Konsep berkelanjutan dalam konteks bisnis merujuk pada pendekatan yang memprioritaskan pertumbuhan dan operasi perusahaan yang memperhatikan dampak ekonomi, social dan lingkungan jangka panjang. Tujuan utama dari konsep berkelanjutan adalah menciptakan nilai yang berkelanjutan bagi perusahaan, masyarakat, dan lingkungan. Konsep berkelanjutan ini menjadi penting setidaknya bisa dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal konsep berkelanjutan ini adalah bagaimana keberlangsungan bisnis (business continuity) bisa lebih terjamin. Jadi keberlanjutan di sini adalah upaya yang dilakukan agar bisnis atau usaha yang saat ini berjalan bisa tetap berjalan bahkan tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang. Secara eksternal konsep berkelanjutan adalah bagaimana perusahaan bisa menggunakan sumberdaya dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya untuk generasi berikutnya. Kerbelanjutan dalam arti kemauan dan langkah kongkrit perusahaan untuk memberikan kontribusi bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya sebagai bagian dari bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan. Konsep berkelanjutan dalam bisnis bukan hanya tentang memenuhi kewajiban sosial dan lingkungan, tetapi juga tentang menciptakan peluang baru, memperkuat reputasi perusahaan, dan menghasilkan nilai jangka panjang. Dengan memahami dan menerapkan konsep berkelanjutan, perusahaan dapat menjalankan bisnis yang berhasil sambil berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan perlindungan lingkungan.

 

Pembangunan berkelanjutan memperhatikan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara seimbang sehingga penting untuk memahami konsep ini agar dapat menciptakan keselarasan antara ketiga aspek tersebut dimana secara ekonomi bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Titik berat dalam dimensi ekonomi adalah menciptakan perekonomian yang kuat, produktif, dan berdaya saing, yang memungkinkan kemakmuran dan peningkatan kesejahteraan. Namun, hal ini harus dilakukan tanpa merusak lingkungan dan tanpa meninggalkan kelompok masyarakat yang rentan. Pembangunan yang berkelanjutan perlu diselaraskan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) PBB dimana untuk penerapannya di Indonesia bisa mengacu kepada empat pilar yang dicanangkan Kementerian PPN/ Bappenas untuk memudahkan pelaksanaan dan pemantauan, 17 Tujuan dan 169 target TPB/SDGs.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan juga akan fokus pada aspek-aspek sosial keberlanjutan, termasuk kesetaraan, hak asasi manusia, kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, dan inklusivitas. Titik berat dalam dimensi sosial adalah menciptakan masyarakat yang adil, inklusif, dan seimbang, di mana semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, tapi disisi lain tetap memperhatikan kelestarian lingkungan alam dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Titik berat dalam dimensi lingkungan adalah menjaga keseimbangan ekosistem, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan melindungi keanekaragaman hayati planet kita. Dalam praktiknya, titik berat pembangunan berkelanjutan menciptakan sebuah paradoks yang menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi harus berjalan seiring dengan perbaikan sosial dan perlindungan lingkungan. Ini berarti bahwa pembangunan ekonomi yang kuat harus dikendalikan agar tidak mengorbankan hak asasi manusia atau merusak lingkungan. Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menjaga keseimbangan ini dengan cara mengintegrasikan ketiga dimensi ini dalam semua aspek pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Dengan kata lain, titik berat pembangunan berkelanjutan adalah menciptakan kebijakan, praktik, dan tindakan yang menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan manusia dan keberlanjutan lingkungan sehingga menciptakan dunia yang lebih adil, makmur, dan lestari untuk generasi sekarang dan mendatang.

 

BISNIS MODEL BERKELANJUTAN

Perkembangan pemikiran konsep model bisnis sudah mulai sampai ke arah keberlanjutan usaha. Keberlanjutan bukan lagi semata-mata hanya memikirkan profit. Ketika sebuah bisnis hanya mementingkan profit saja, tanpa disadari hal ini telah mengekploitasi sumber daya sekitar usaha. Menurut WWF (2012), aktivitas konsumsi dan aktivitas bisnis yang dilakukan manusia telah tercatat menggunakan setidaknya 1.5 kali planet bumi kita. Eksploitasi inilah yang menjadi keprihatinan bersama untuk dicari solusinya karena praktik-praktik usaha lokal harus dikaitkan dengan global keberlanjutan bisnis. Bisnis yang berkelanjutan ini pada umumnya hanya diterapkan oleh perusahaan besar yang telah stabil secara finansial. Biasanya UMKM jarang melakukan hal ini karena terkendala permasalahan integrasi antar kepentingan stakeholder, keadaan finansial dan belum adanya kesadaran (Hendra Poerwanto G., Kristia, Fransisca Desiana Pranatasari 4)

 

Pada bisnis model tradisional, penekanan bisnis hanya pada upaya menghasilkan produk, menemukan pelanggan dan terakhir adalah monetisasi terhadap produk yang digunakan oleh pelanggan. Model bisnis tradisional sering memiliki beberapa titik berat yang berfokus pada cara bisnis dijalankan dan menghasilkan keuntungan secara finansial. Bisnis berusaha untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya operasional melalui efisiensi operasional untuk mencapai margin keuntungan yang tinggi. Pertumbuhan pendapatan yang konsisten adalah tujuan utama dengan melakukan ekspansi pasar, peningkatan penjualan, atau diversifikasi produk dan layanan. Dasar bisnis model tradisional ini adalah prinsip ekonomi untuk menghasilkan keuntungan finansial sebesar-besarnya.

 

Pada bisnis model tradisional ini meskipun ada perhatian terhadap sisi lingkungan dan sosial, tapi masih dalam bingkai biaya operasi, belum betul-betul dianggap sebagai hal yang penting bagi keberlanjutan bisnis kedepannya sehingga pengelolaannya belum begitu fokus dan terstruktur. Cara pandangnya adalah aspek lingkungan dan sosial adalah bagian dari biaya produksi atau biaya operasi, tidak lebih dari itu. Dimensi sosial dan lingkungan masih terbungkus dalam dimensi ekonomi yang memang masih menjadi prioritas dan tujuan utama.

 

 

Gambar 1. Bisnis Model Tradisional

Gambar-1-Bisnis-Model-Tradisional.png

Perlu diingat bahwa dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial, model bisnis tradisional mengalami perubahan dan penyesuaian agar tetap relevan dalam lingkungan bisnis yang terus berkembang. Banyak perusahaan saat ini sudah mengintegrasikan elemen-elemen berkelanjutan lingkungan dan sosial dalam model bisnis untuk memenuhi tuntutan yang berkembang dalam masyarakat dan pasar. Pada bisnis model berkelanjutan unsur lingkungan dan sosial sudah menjadi bagian penting sehingga tidak semata-mata keuntungan ekonomi sepihak yang menjadi tujuan, namun unsur lingkungan dan sosial juga menjadi tujuan yang sama pentingnya dengan tujuan ekonomi. Kelanjutan bisnis sudah disadari pasti akan memerlukan dukungan lingkungan dan sosial yang memberikan iklim yang pas bagi perusahaan untuk tetap tumbuh dan berkembang. Dimensi sosial dan lingkungan sudah menjadi dimensi yang penting seperti dimensi ekonomi. Tantangan berikutnya adalah melakukan penyeimbangan atau optimasi ketiga dimensi tersebut untuk  menghasilkan perkembangan bisnis berkelanjutan yang sesuai dengan tuntutan kondisi zaman.

 

Gambar 2. Bisnis Model Berkelanjutan

 

 

KONSEP BERKELANJUTAN DALAM VALUE CREATION

Konsep berkelanjutan dalam penciptaan nilai atau value creation mengacu pada praktik bisnis yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pada titik pandang ini maka value creation tidak hanya berdasarkan kebutuhan konsumen saat ini, namun lebih jauh juga mencakup kebutuhan dari konsumen di masa depan. Di sini lah “business continuity” menemukan pola yang lebih kongkrit dimana bisnis tidak hanya untuk konsumen sekarang, namun akan berlanjut untuk konsumen di masa depan. Konsep berkelanjutan dalam value creation ini setidaknya mencakup tiga dimensi utama, yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan.

 

Keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan disebut sebagai Konsep Triple Bottom Line (TBL). Konsep ini diperkenalkan pada awal tahun oleh John Elkington, seorang konsultan bisnis dan lingkungan asal Inggris, dalam bukunya yang berjudul Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) 5)

 

Gambar 3. Konsep Triple Bottom Line (TBL)

 

 

 

Konsep TBL mengidentifikasi tiga aspek penting dalam bisnis yang perlu diperhitungkan secara seimbang, yaitu keuntungan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan. Berikut ini adalah komponen-komponen kerangka kerja TBL:

Keuntungan Ekonomi (Profit): Komponen pertama dari TBL adalah keuntungan ekonomi. Ini meliputi kemampuan bisnis untuk menghasilkan laba dan mengembangkan bisnis secara finansial. Kriteria untuk mengukur keuntungan ekonomi meliputi pendapatan, laba kotor, laba bersih, nilai pasar dan lain-lain.

Kesejahteraan Sosial (People): Komponen kedua dari TBL adalah kesejahteraan social yang meliputi dampak bisnis terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan pada umumnya termasuk pekerja. Kriteria untuk mengukur kesejahteraan sosial meliputi faktor-faktor seperti kesehatan dan keselamatan kerja, keamanan kerja, kepuasan karyawan, dan kontribusi bisnis terhadap komunitas.

Kelestarian Lingkungan (Planet): Komponen ketiga dari TBL adalah kelestarian lingkungan. Ini meliputi dampak bisnis terhadap lingkungan dan upaya yang dilakukan bisnis untuk menjaga lingkungan. Kriteria untuk mengukur kelestarian lingkungan seperti pengurangan emisi gas rumah kaca, pengurangan limbah, penghematan energi, dan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab. Dengan menggunakan kerangka kerja TBL, bisnis dapat mempertimbangkan dampak pada keuntungan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan secara bersamaan. Ini membantu bisnis untuk lebih memahami dampak bisnis pada dunia sekitar sehingga bisa menghasilkan keputusan yang lebih baik secara sosial, ekonomi, dan lingkungan.

 

DIMENSI EKONOMI

Dalam dimensi ekonomi konsep berkelanjutan menuntut agar praktik bisnis dilakukan secara etis dan transparan untuk menciptakan keuntungan jangka panjang, bukan hanya keuntungan singkat yang bersifat spekulatif. Beberapa poin penting dalam dimensi ini ekonomi ini antara lain sejauh mana organisasi bisa menghasilkan laba atau keuntungan. Dalam konteks TBL, laba adalah salah satu indikator keberlanjutan dalam dimensi ekonomi. Dimensi ini juga mencakup dampak positif yang dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi, seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, dan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi daerah. Organisasi atau perusahaan yang berfokus pada dimensi ekonomi dalam TBL juga harus mempertimbangkan sejauh mana mereka menggunakan sumber daya dengan efisien. Ini mencakup penghematan biaya, penggunaan energi yang lebih efisien, dan manajemen yang lebih baik dalam proses bisnis mereka. Dimensi ekonomi juga berhubungan dengan distribusi kekayaan dan manfaat ekonomi yang dihasilkan, sejauh mana manfaat tersebut didistribusikan secara adil kepada berbagai pemangku kepentingan, termasuk karyawan, pemegang saham, dan masyarakat sekitar.

 

Dalam kerangka Triple Bottom Line, dimensi ekonomi harus seimbang dengan dimensi sosial dan lingkungan untuk menciptakan keberlanjutan. Organisasi atau proyek harus mempertimbangkan dampak ekonomi mereka sejalan dengan dampak sosial dan lingkungan, dan menciptakan kebijakan dan praktik yang berkelanjutan di ketiga dimensi tersebut. Dengan demikian, konsep TBL bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara laba, kesejahteraan sosial, dan pelestarian lingkungan dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Praktik bisnis yang berkelanjutan harus memperhitungkan biaya sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan, sehingga tidak hanya mengoptimalkan keuntungan finansial semata, tetapi juga memperhitungkan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.

 

Agar bisa menciptakan nilai ekonomi, diperlukan inovasi dalam produk, layanan, dan proses yang akan mendorong kemajuan teknologi dan pengembangan produk yang lebih baik dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hidup dan efisiensi. Penciptaan nilai ekonomi juga berarti meningkatkan pendapatan pada perusahaan, yang dapat diterjemahkan menjadi penghasilan yang lebih tinggi bagi pemegang saham, gaji yang lebih baik bagi karyawan, dan lebih banyak pendapatan untuk individu dan keluarga. Keuntungan yang dihasilkan dari penciptaan nilai ekonomi juga akan dapat digunakan untuk investasi dalam penelitian, pengembangan, dan ekspansi bisnis. Hal ini mendorong pertumbuhan dan inovasi lebih lanjut. Penciptaan nilai ekonomi juga memberikan kontribusi besar pada pendapatan pemerintah melalui pembayaran pajak perusahaan dan individu. Pajak ini digunakan untuk mendanai layanan publik, infrastruktur, dan program-program sosial serta dapat membantu mengentaskan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memberikan akses ke peluang ekonomi lagi kepada lebih banyak orang. Perusahaan yang mampu menciptakan nilai ekonomi akan lebih kompetitif dalam pasar dan berkontribusi pada dinamika pasar yang sehat. Secara keseluruhan, penciptaan nilai ekonomi adalah motor pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan inovasi. Hal ini menciptakan manfaat yang luas bagi individu, perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan, dan oleh karena itu sangat penting dalam konteks ekonomi global.

 

Sebagai entitas bisnis, keberadaan perusahaan pada sebuah lingkungan tidak akan lepas dari adanya tuntutan sosial dan lingkungan. Namun perlu kita sadari bahwa dari sisi investasi, pemerintah mendorong terciptanya lingkungan dan iklim usaha yang kondusif, yang ramah investasi sehingga bisa menarik minat investor untuk melakukan kegiatan usaha atau investasi. Pada fase ini lingkungan harus menjadi atraktif bagi kehadiran investasi.  Tuntutan sosial dan lingkungan yang akan kita bahas lebih detil di sini adalah lingkungan yang berada pada fase kedua, yaitu fase dimana perusahaan sudah beroperasi dan melakukan kegiatan usaha.

 

 

DIMENSI SOSIAL

Dalam dimensi sosial, konsep berkelanjutan menuntut agar praktik bisnis memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat, termasuk di dalamnya memperhatikan kesejahteraan pekerja dan pelanggan. Bisnis yang berkelanjutan harus memperhatikan hak-hak pekerja, kesetaraan gender, dan isu-isu sosial lainnya dalam operasinya. Perkembangan yang lebih jauh dari dimensi sosial ini adalah ketika perhatian juga ditujukan kepada akses generasi yang akan datang terhadap sumber daya sehingga dimensi sosial ini akan bersinggungan erat juga dengan dimensi lingkungan. Dalam dimensi sosial perusahaan harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan menjalankan usaha dengan meningkatkan keterbukaan.

 

Tanggung Jawab Sosial

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility atau CSR) di Indonesia telah mengalami perkembangan positif sejak tahun 2013. Sejarah konsep Corporate Social Responsibility (CSR) mulai diperkenalkan di dunia usaha di Indonesia pada era tahun 1970-an, meskipun pelaksanaannya menjadi lebih terstruktur dan ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya. Sebelumnya, konsep CSR di Indonesia lebih terfokus pada filantropi dan sumbangan amal tanpa terlalu banyak perhatian terhadap dampak sosial dan lingkungan bisnis. Pada tahun 1971, perusahaan minyak dan gas, Pertamina, adalah salah satu perusahaan pertama di Indonesia yang secara resmi mendirikan divisi CSR. Langkah ini menandai awal pengakuan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial lebih dari sekadar bisnis yang menguntungkan. Namun, praktik CSR masih relatif sederhana pada saat itu.

 

Pada tahun 2007, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mencantumkan kewajiban perusahaan untuk menjalankan tanggung jawab sosial. UU ini mengamanatkan bahwa perusahaan publik di Indonesia harus menjalankan program CSR sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Sejak itu, praktik CSR di Indonesia telah berkembang pesat, dengan banyak perusahaan mulai mengintegrasikan CSR ke dalam strategi bisnis mereka. Beberapa sektor industri, seperti perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, telah menerima perhatian khusus terkait dampak sosial dan lingkungan dari operasi mereka, mendorong pengembangan inisiatif CSR yang lebih luas.

 

Pemerintah Indonesia juga telah mendorong perkembangan CSR melalui peraturan, panduan, dan insentif. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan, yang mengatur berbagai aspek pelaksanaan CSR di Indonesia. Saat ini, praktik CSR di Indonesia telah menjadi bagian penting dari operasi bisnis banyak perusahaan dan berfokus pada berbagai isu sosial dan lingkungan, termasuk pendidikan, kesehatan, lingkungan, pengentasan kemiskinan, dan banyak lagi. Konsep CSR telah menjadi semakin terintegrasi dalam budaya bisnis di Indonesia, dengan banyak perusahaan melihatnya sebagai cara untuk menciptakan nilai jangka panjang untuk bisnis dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan negara.

 

Penerapan CSR di Indonesia semakin meningkat baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dari kontribusi finansial, jumlahnya semakin besar. Penelitian PIRAC pada tahun 2001 menunjukkan bahwa dana CSR di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah atau sekitar 11.5 juta dollar AS dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang terekam oleh media massa. Angka rata-rata perusahaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS porsi sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21.51 miliar dollar dan tahun 2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah (Bing Bedjo Tanudjaja, 2006) 6). Menurut Wapres Ma’ruf Amin ketika memberikan keterangan pers seusai menyerahkan Penganugerahan Padmamitra Award 2022, di Soehanna Hall, Energy Building SCBD, Jakarta, Rabu (4/7/2023), dana CSR bisa mencapai Rp.80 trilyun, angka yang cukup besar untuk bisa membantu penyelesaian masalah-masalah sosial.

 

Perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin memahami pentingnya keberlanjutan dalam bisnis dan mulai lebih berfokus pada pengelolaan lingkungan, efisiensi sumber daya, dan praktik bisnis yang bertanggung jawab sehingga mulai terjadi peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat, termasuk melalui program pelatihan keterampilan, pengembangan usaha kecil dan menengah, dan dukungan kepada petani dan nelayan lokal. Program-program CSR yang berfokus pada pendidikan dan kesehatan juga terus berkembang. Perusahaan seringkali mendirikan sekolah, rumah sakit, dan fasilitas pendidikan lainnya, serta memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi.

 

Dalam pelaksanaan program CSR ini banyak perusahaan bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah (LSM) dan pemerintah. Ini membantu meningkatkan efektivitas program dan mencapai dampak yang lebih besar. Banyak juga adopsi dalam CSR, termasuk penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan lingkungan. Beberapa perusahaan bahkan ada yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur lokal dan pengembangan wilayah yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya. Perkembangan ini mencerminkan komitmen perusahaan di Indonesia untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, mengurangi ketimpangan sosial, dan menjaga lingkungan. CSR bukan hanya tanggung jawab etis, tetapi juga memiliki dampak positif dalam memperkuat hubungan perusahaan dengan berbagai pemangku kepentingan.

 

Tanggung Jawab Keterbukaan

Keterbukaan dalam bisnis mengacu pada praktik bisnis yang mendorong transparansi, komunikasi terbuka, dan akses terbuka terhadap informasi. Ini adalah tren yang semakin berkembang dalam dunia bisnis, dan berikut beberapa aspek kunci tentang trend keterbukaan dalam bisnis:

 

Transparansi Informasi:

Bisnis semakin berfokus pada transparansi informasi kepada pelanggan, pemegang saham, dan karyawan. Ini melibatkan pemberian akses terbuka ke informasi tentang praktik bisnis, kinerja keuangan, dan dampak sosial dan lingkungan perusahaan.

 

Responsif Terhadap Masukan Pelanggan:

Keterbukaan juga mencakup responsivitas terhadap masukan pelanggan. Bisnis menggunakan saluran komunikasi terbuka untuk menerima masukan dan umpan balik dari pelanggan, dan berusaha untuk melakukan perbaikan berdasarkan umpan balik tersebut.

 

Pelaporan Berkelanjutan:

Banyak perusahaan telah mengadopsi pelaporan berkelanjutan untuk mengungkapkan dampak lingkungan dan sosial dari operasi termasuk pengukuran dan pelaporan terhadap isu-isu seperti emisi karbon, hak asasi manusia, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

 

Keterlibatan Karyawan:

Bisnis yang menganut keterbukaan sering mengutamakan keterlibatan karyawan yang memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, berbagi ide, dan memberikan masukan terhadap perubahan organisasi.

 

Kerja Sama Terbuka:

Keterbukaan juga mencakup kerja sama terbuka dengan pihak eksternal, termasuk mitra bisnis, lembaga pemerintah, dan organisasi nirlaba. Ini melibatkan pembentukan kemitraan yang transparan dan berbagi sumber daya untuk mencapai tujuan bersama.

 

Penggunaan Teknologi:

Teknologi, terutama internet dan media sosial, telah menjadi sarana utama dalam mendorong keterbukaan dalam bisnis. Perusahaan menggunakan platform online untuk berkomunikasi dengan pelanggan, pemegang saham, dan karyawan.

 

Keterbukaan dalam bisnis tidak hanya menghasilkan kepercayaan dari pelanggan dan pemegang saham, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi operasional dan memotivasi karyawan. Ini adalah tren yang diharapkan akan terus berkembang seiring dengan permintaan konsumen dan perkembangan nilai-nilai bisnis yang lebih berkelanjutan.

 

Tanggung Jawab Perlindungan Konsumen

Perusahaan harus menghormati dan memenuhi hak-hak konsumen, seperti hak untuk informasi, hak untuk mengajukan keluhan, hak untuk mengembalikan produk cacat, dan hak untuk mendapatkan layanan yang sesuai. Untuk itu diperlukan prosedur yang efektif untuk menangani keluhan dan masalah yang mungkin timbul dari konsumen. Resolusi yang cepat dan adil dapat membantu mempertahankan kepercayaan konsumen. Perusahaan juga harus melindungi kepentingan konsumen dan memastikan produk yang dihasilkan aman dan berkualitas. Posisi perusahaan dalam perlindungan konsumen sangat penting dan mencerminkan komitmen terhadap kepuasan pelanggan, kepercayaan, dan reputasi bisnis yang baik. Perlindungan konsumen mencakup berbagai aspek, termasuk kualitas produk atau layanan, keamanan, informasi yang jujur, privasi data, dan pemenuhan hak-hak konsumen. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menyediakan produk atau layanan yang berkualitas tinggi dan sesuai dengan deskripsi yang diberikan kepada konsumen. Ini mencakup memastikan bahwa produk tidak cacat dan dapat digunakan dengan aman, mengidentifikasi dan melakukan mitigasi risiko terkait dengan produk, termasuk peringatan dan penarikan produk yang berpotensi berbahaya. Penarikan produk yang berisiko tidak lagi menurunkan citra perusahaan dari aspek kualitas produksi, tapi malah meningkatkan citra perusahaan sebagai entitas yang peduli terhadap konsumen akhirnya. Jika perusahaan mengumpulkan data pribadi konsumen, mereka harus memiliki kebijakan yang kuat untuk melindungi data tersebut dari penyalahgunaan atau pelanggaran keamanan. Ini juga melibatkan ketaatan terhadap peraturan privasi data yang berlaku.

 

Perusahaan harus mematuhi semua regulasi perlindungan konsumen yang berlaku di wilayah tempat mereka beroperasi. Ini termasuk regulasi pemerintah yang berkaitan dengan labeling, iklan, pengamanan produk, dan perlindungan data. Posisi perusahaan dalam perlindungan konsumen sangat penting karena dapat berdampak pada reputasi, pertumbuhan bisnis, dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Perusahaan yang memprioritaskan perlindungan konsumen cenderung memenangkan kepercayaan pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pemangku kepentingan mereka.

 

Tanggung Jawab Penghargaan Atas Keanekaragaman Budaya

Perusahaan harus menghormati dan mempromosikan keanekaragaman budaya dalam produk dan pemasaran mereka. Menghormati dan mempromosikan keanekaragaman budaya dalam produk dan pemasaran adalah penting karena memiliki manfaat dari sudut pandang bisnis maupun sosial. Dengan menghormati keanekaragaman budaya, perusahaan dapat mencerminkan keragaman yang ada di pasar yang akan memungkinkan untuk lebih baik memahami dan memenuhi kebutuhan dan preferensi pelanggan dari berbagai latar belakang budaya. Dengan mempromosikan keanekaragaman budaya, perusahaan dapat menjangkau pasar yang lebih luas. Ini membuka peluang bisnis baru dan potensial untuk pertumbuhan karena mereka dapat menarik pelanggan dari berbagai kelompok budaya.

 

Pelanggan akan lebih terhubung dengan perusahaan yang menghormati dan mencerminkan budaya mereka. Ini dapat memperkuat hubungan pelanggan dan menciptakan loyalitas jangka panjang. Tanpa pemahaman yang baik tentang budaya, perusahaan dapat dengan mudah membuat kesalahan dalam pemasaran atau produk yang dapat merugikan reputasi. Memahami budaya membantu menghindari kesalahan-kesalahan ini. Perusahaan yang mempromosikan keanekaragaman budaya akan menciptakan citra yang positif di mata konsumen yang bisa menjadi pembeda dari pesaing dan memperkuat citra merek yang baik. Keanekaragaman budaya dapat membawa perspektif-perspektif yang berbeda ke dalam tim dan perusahaan sehingga dapat merangsang inovasi dan kreativitas dalam pengembangan produk dan pemasaran. Dalam era globalisasi, menghormati keanekaragaman budaya adalah nilai yang semakin dihargai oleh masyarakat internasional. Perusahaan yang mempromosikan nilai ini dapat lebih mudah beroperasi di pasar global dan menjalin kemitraan internasional. Dengan mempromosikan keanekaragaman budaya, perusahaan dapat memiliki dampak positif pada masyarakat, menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung kesetaraan serta keragaman. Beberapa negara dan wilayah memiliki regulasi yang mengharuskan perusahaan menghormati keanekaragaman budaya dalam pemasaran dan produk. Mematuhi regulasi ini penting untuk menghindari konsekuensi hukum.

 

Dalam rangka mencapai manfaat-manfaat ini, perusahaan harus menjadikan penghormatan terhadap keanekaragaman budaya sebagai bagian integral dari strategi, mulai dari pengembangan produk hingga pemasaran, dari rekruitmen pekerja hingga pelatihan. Jika perusahaan tidak memenuhi tuntutan sosial dan lingkungan, maka dapat terjadi penurunan reputasi, tuntutan hukum, bahkan boikot dari konsumen atau masyarakat luas. Penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari keputusan dan bertindak secara bertanggung jawab untuk memenuhi tuntutan tersebut.

 

DIMENSI LINGKUNGAN

Dalam dimensi lingkungan, konsep berkelanjutan menuntut agar praktik bisnis dilakukan dengan memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan dan melakukan upaya untuk mengurangi dampak tersebut. Bisnis yang berkelanjutan harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak dan meminimalkan limbah serta emisi yang dihasilkan. Konsep berkelanjutan dalam value creation menuntut agar praktik bisnis dilakukan secara holistik, mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, praktik bisnis yang berkelanjutan dapat menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pemilik bisnis, masyarakat, dan lingkungan.

 

Kesadaran akan pentingnya dimensi lingkungan semakin meningkat di seluruh dunia. Banyak perusahaan telah mengambil langkah-langkah konkret untuk mengelola dampak kegiatan mereka terhadap lingkungan. Ini mencakup upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, penggunaan energi terbarukan, manajemen limbah yang lebih baik, dan upaya untuk mendaur ulang dan mengurangi konsumsi sumber daya alam. Dengan mengintegrasikan keberlanjutan lingkungan ke dalam strategi bisnis, perusahaan akan memainkan peran penting dalam menjaga keberlanjutan planet ini dan memenuhi harapan konsumen serta pemangku kepentingan mereka. Langkah-langkah yang bisa dilakukan perusahaan terkait dengan Dimensi Lingkungan antara lain: kegiatan konservasi lingkungan termasuk di dalamnya restorasi kondisi lingkungan akibat dampak dari kegiatan perusahaan, managemen limbah dan polusi, efisiensi energi dan sumber daya, penggunaan energi terbarukan dan lain-lain.

 

Konservasi lingkungan:

Perusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk melestarikan lingkungan, seperti menggunakan bahan bakar alternatif, mengurangi limbah, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Tingkat kepentingan perusahaan dalam konservasi lingkungan dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk sektor industri, nilai perusahaan, visi dan misi perusahaan, serta tekanan eksternal seperti regulasi pemerintah dan ekspektasi pemangku kepentingan. Beberapa industri memiliki dampak lingkungan yang lebih besar daripada yang lain. Perusahaan-perusahaan dalam sektor yang sangat tergantung pada sumber daya alam atau memiliki jejak karbon yang besar, seperti industri minyak dan gas, pertambangan, atau produksi, akan memiliki kepentingan yang lebih tinggi dalam konservasi lingkungan. Sementara itu regulasi pemerintah dapat mempengaruhi tingkat kepentingan perusahaan dalam konservasi lingkungan. Perusahaan harus mematuhi peraturan lingkungan yang ketat, yang dapat berdampak pada biaya operasional dan kewajiban hukum.

 

Jika konsumen dan pelanggan semakin peduli dengan isu-isu lingkungan dan memilih produk atau layanan yang ramah lingkungan, perusahaan mungkin merasa perlu untuk memprioritaskan konservasi lingkungan guna mempertahankan pangsa pasar dan citra merek yang positif, salah satu contoh yang bisa diambil di sini adalah penerapan label karbon.

 

Seiring dengan memburuknya kerusakan lingkungan akibat peningkatan emisi karbon, muncullah gagasan label karbon pada kemasan produk makanan. Penerapan label karbon telah diterapkan di Inggris secara sukarela. Indonesia, belum menerapkan label karbon namun, peluang label karbon sebagai instrumen pemulihan lingkungan hidup di Indonesia tetaplah ada. Peluang tersebut semakin kuat karena label karbon dapat menunjang pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat 7)

 

Pemegang saham dan investor juga dapat mempengaruhi tingkat kepentingan perusahaan dalam konservasi lingkungan. Investasi berkelanjutan dan ESG (Environmental, Social, and Governance) semakin menjadi perhatian bagi investor. Perusahaan perlu memenuhi standar ESG untuk memikat investor yang peduli dengan lingkungan. Konservasi lingkungan dapat berperan penting dalam membangun dan menjaga reputasi perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang dikenal sebagai pelindung lingkungan dan pelaku bisnis yang bertanggung jawab dapat menarik pelanggan yang lebih banyak dan menjaga hubungan positif dengan pemangku kepentingan. Melambungnya harga saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) setelah Initial Public Offering (IPO) bisa menjadi contoh betapa saat ini investor semakin melirik perusahaan-perusahaan yang operasinya menimbulkan dampak positif bagi lingkungan dan keberlanjutan. Konservasi lingkungan adalah bagian integral dari strategi keberlanjutan bisnis. Langkah-langkah untuk menjaga lingkungan dapat membantu memastikan ketersediaan sumber daya alam yang berkelanjutan yang diperlukan oleh perusahaan.

 

Manajemen Limbah dan Polusi:

Pengelolaan limbah dan pengendalian polusi adalah aspek penting dari bisnis berkelanjutan. Perusahaan harus mengurangi limbah yang dihasilkan, memastikan pengolahan limbah yang aman, dan mengendalikan emisi yang dapat merusak lingkungan.

 

Efisiensi Energi dan Sumber Daya:

Bisnis berkelanjutan berusaha untuk mengurangi konsumsi energi dan sumber daya alam seperti air, bahan bakar fosil, dan bahan mentah. Hal ini dapat mencakup investasi dalam teknologi yang lebih efisien energi dan praktik penghematan sumber daya.

 

Penggunaan Energi Terbarukan:

Beralih ke energi terbarukan, seperti tenaga surya, tenaga angin, atau energi hidro, adalah komponen penting dalam mendukung keberlanjutan lingkungan. Ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada sumber energi fosil.

 

Bisnis berkelanjutan juga dapat berperan dalam pendidikan masyarakat tentang masalah lingkungan dan menggalang dukungan untuk praktik berkelanjutan.

REGULASI SEBAGAI INTEGRATOR TRIPLE BOTTOM LINE

Peran regulasi sebagai integrator pada konsep Triple Bottom Line (TBL) atau "Tiga Pilar Keberlanjutan" (sosial, ekonomi, dan lingkungan) sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Regulasi, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga lainnya, berfungsi sebagai alat untuk mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan ke dalam kebijakan dan praktik bisnis. Pentingnya regulasi tercermin dari empat pilar yang dicanangkan Kementerian PPN/ Bappenas untuk memudahkan pelaksanaan dan pemantauan, 17 Tujuan dan 169 target TPB/SDGs dikelompokkan ke dalam empat pilar yaitu 8);

Pilar pembangunan sosial: meliputi Tujuan 1, 2, 3, 4 dan 5

Pilar pembangunan ekonomi: meliputi Tujuan 7, 8, 9, 10 dan 17

Pilar pembangunan lingkungan: meliputi Tujuan 6, 11, 12, 13, 14 dan 15

Pilar pembangunan hukum dan tata kelola: meliputi Tujuan 16

Pilar keempat di atas yaitu pembangunan hukum dan tata kelola merupakan aspek regulasi yang menjadi integrator TBL.

 

Kepatuhan Hukum:

Perusahaan harus mematuhi peraturan yang berlaku, seperti undang-undang lingkungan, keselamatan kerja dan hak asasi manusia. Perspektif perusahaan dalam mematuhi peraturan atau regulasi dapat bervariasi tergantung pada banyak faktor, termasuk jenis industri, ukuran perusahaan, dan norma bisnis yang berlaku. Secara umum ada beberapa pandangan yang dapat digunakan untuk memahami bagaimana perusahaan melihat kewajiban mematuhi peraturan sebagai kewajiban hukum yang harus dipatuhi. Ini berarti bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab legal untuk menjalankan operasinya sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara atau wilayah tempat mereka beroperasi. Kepatuhan juga dilihat sebagai cara untuk mengelola risiko. Dengan mematuhi peraturan, perusahaan dapat menghindari denda, sanksi hukum, dan dampak negatif lainnya yang dapat timbul jika mereka melanggar regulasi. Ini termasuk upaya meminimalkan risiko reputasi. Kepatuhan juga sebagai alat untuk membangun dan menjaga reputasi yang baik. Dengan mematuhi peraturan dan berperilaku etis, perusahaan dapat memenangkan kepercayaan pelanggan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya, yang dapat berdampak positif pada pertumbuhan bisnis dan hubungan jangka panjang. Kepatuhan juga dapat membantu menciptakan persaingan yang sehat di antara perusahaan. Dengan memastikan bahwa semua pemain di pasar mematuhi aturan yang sama, perusahaan dapat memastikan bahwa persaingan berjalan adil.

Kepatuhan terhadap regulasi akan menjadi kesempatan bisnis. Pengembangan produk atau layanan yang memenuhi persyaratan peraturan baru atau terlibat dalam industri yang berkembang sebagai tanggapan terhadap perubahan regulasi juga akan menjadi sebuah kesempatan. Peluncuran Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) yang resmi diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada Selasa, 26 September 2023, setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan izin usaha Penyelenggara Bursa Karbon kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Surat Keputusan nomor KEP-77/D.04/2023, menunjukkan bahwa ternyata regulasi dalam hal ini kuota emisi karbon bisa menjadi peluang bisnis bagi perusahaan yang bisa mengurangi emisi CO2 nya sehingga bisa dijual kepada perusahaan lain yang membutuhkan. Kepatuhan dapat mendorong inovasi. Perusahaan perlu mengembangkan teknologi atau solusi baru untuk memenuhi persyaratan peraturan yang berubah, yang pada gilirannya dapat mengarah pada pengembangan produk atau layanan yang lebih baik.

Berikut adalah beberapa peran regulasi dalam konteks TBL:

  1. Menetapkan Standar Keberlanjutan yang harus dipatuhi oleh perusahaan dan organisasi. Standar ini mencakup aspek sosial (misalnya, hak tenaga kerja dan hak asasi manusia), ekonomi (misalnya, transparansi keuangan), dan lingkungan (misalnya, batasan emisi dan perlindungan habitat).
  2. Mendorong Pelaporan TBL dengan mewajibkan perusahaan untuk melaporkan kinerja mereka dalam hal TBL. Ini mencakup pelaporan tentang dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari operasi mereka. Pelaporan semacam itu membantu masyarakat dan pemangku kepentingan untuk memahami kontribusi perusahaan terhadap keberlanjutan.
  3. Memberikan Insentif Keberlanjutan seperti insentif fiskal atau hukuman kepada perusahaan berdasarkan kinerja mereka dalam hal keberlanjutan. Misalnya, perusahaan yang mengurangi emisi karbon dapat diberikan insentif pajak, sementara yang melanggar peraturan lingkungan dapat dikenakan denda.
  4. Mendorong Inovasi dalam teknologi dan praktik bisnis yang mendukung TBL. Ini bisa berarti memberikan insentif untuk pengembangan teknologi bersih atau menciptakan pasar bagi produk yang lebih ramah lingkungan.
  5. Melindungi Hak-Hak Sosial seperti perlindungan hak-hak tenaga kerja, mencegah diskriminasi, dan mempromosikan persamaan. Ini adalah komponen penting dari TBL yang menekankan kesejahteraan sosial.
  6. Mengawasi dan Penegakan aturan dimana Pemerintah dan lembaga pengawas bertugas memastikan bahwa perusahaan mematuhi regulasi yang berlaku dalam semua aspek TBL.
  7. Keterlibatan Pemangku Kepentingan dimana Regulasi dapat mengharuskan perusahaan untuk terlibat dengan pemangku kepentingan seperti masyarakat lokal dan organisasi non-pemerintah dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi TBL mereka. Hal ini akan menciptakan transparansi dan akuntabilitas.
  8. Adaptasi terhadap Perubahan dalam dinamika sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ini termasuk menyesuaikan aturan untuk mengatasi tantangan baru terkait keberlanjutan.

Adanya regulasi yang efektif berperan sebagai alat penting untuk mengintegrasikan dan mengarahkan upaya menuju pembangunan berkelanjutan yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Regulasi yang seimbang dan terkini membantu menciptakan lingkungan bisnis yang mendukung prinsip-prinsip TBL dan mempromosikan praktik bisnis yang lebih berkelanjutan.

 

Penguatan Tata Kelola:

Memperkuat tata kelola (governance) merupakan langkah penting bagi organisasi atau entitas apa pun untuk menjaga keberlanjutan, efisiensi, dan integritas mereka. Penguatan tata kelola harus dimulai dari pendefinisian secara jelas visi, misi, dan nilai-nilai inti organisasi. Pastikan bahwa semua keputusan dan tindakan organisasi selaras dengan nilai-nilai ini. Tata kelola juga memerlukan kepemimpinan yang kuat, pemimpin yang kompeten, independen, dan berintegritas serta memiliki pemahaman yang kuat tentang arah bisnis organisasi yang diterjemahkan dalam bentuk pengambilan keputusan strategis. Penguatan tata kelola juga mencakup penyusunan kebijakan dan prosedur yang transparan dan akuntabel untuk pengambilan keputusan, pengelolaan sumber daya, dan pelaporan serta bisa memastikan bahwa semua pemangku kepentingan memahami dan memiliki akses ke kebijakan tersebut.

Tata kelola juga meliputi rencana strategis yang jelas dan komprehensif yang mencakup tujuan jangka panjang dan pendek. Rencana ini harus berfungsi sebagai panduan bagi organisasi. Dari sisi manajemen risiko juga dilakukan tahapan lengkap mulai dari identifikasi, evaluasi, pengembangan strategi, implementasi tindakan mitigasi, pemantau dan pengendalian risiko dilakukan dengan cermat. Organisasi harus memiliki rencana yang tepat untuk mengatasi risiko yang mungkin timbul. Untuk itu perusahaan juga harus melakukan Auditing dan Pengawasan Internal secara berkala untuk memantau dan mengevaluasi kepatuhan dan efisiensi organisasi. Pastikan bahwa hasil audit digunakan untuk perbaikan.

Perkembangan tata kelola semakin melibatkan para pemangku kepentingan utama seperti pemegang saham, karyawan, konsumen, dan masyarakat umum. Pertimbangkan masukan mereka dan berkomunikasi secara efektif. Penguatan tata kelola akan mendorong peningkatan komitmen organisasi pada prinsip-prinsip berkelanjutan, etika bisnis yang baik, dan tanggung jawab sosial. Memperkuat tata kelola adalah usaha berkelanjutan dan melibatkan seluruh organisasi, dari manajemen hingga dewan direksi dan karyawan. Ini membantu membangun kepercayaan dan kredibilitas organisasi dalam jangka panjang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan performa dan dampak positif yang dihasilkan. Secara keseluruhan penguatan tata kelola juga harus dievaluasi sebagai sebuah proses untuk mendapatkan Langkah Evaluasi Kinerja dan Pembelajaran. Evaluasi secara berkala kinerja organisasi dan pelajari dari pengalaman. Selalu ada ruang untuk perbaikan.

FAKTOR-FAKTOR KUNCI YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN NILAI YANG BERKELANJUTAN

Penciptaan nilai yang berkelanjutan melibatkan sejumlah faktor yang saling terkait dan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam menciptakan nilai jangka panjang. Berikut adalah beberapa faktor kunci yang mempengaruhi penciptaan nilai yang berkelanjutan:

  1. Fokus pada Tujuan Jangka Panjang

Organisasi yang sukses dalam menciptakan nilai yang berkelanjutan memiliki tujuan jangka panjang yang jelas dan terdefinisi dengan baik. Mereka memfokuskan upaya mereka pada pencapaian tujuan ini dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan dan tindakan mereka.

  1. Pertimbangan terhadap Dampak Lingkungan

Organisasi harus mempertimbangkan dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka dan mencari cara untuk mengurangi dampak negatifnya. Hal ini termasuk pengurangan limbah, penghematan energi, dan penggunaan sumber daya alam yang bertanggung jawab.

  1. Berinovasi dalam Produk dan Layanan

Organisasi yang menciptakan nilai yang berkelanjutan seringkali berinovasi dalam produk dan layanan mereka untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang berubah. Inovasi dapat membantu organisasi menciptakan nilai tambahan, memperluas pangsa pasar mereka, dan meningkatkan daya saing mereka.

  1. Fokus pada Kualitas

Fokus pada kualitas produk dan layanan adalah kunci dalam menciptakan nilai yang berkelanjutan. Organisasi yang mampu memberikan kualitas yang tinggi akan menarik pelanggan dan mempertahankan loyalitas mereka.

  1. Memprioritaskan Karyawan

Karyawan yang bahagia dan terlibat cenderung lebih produktif dan berkontribusi pada penciptaan nilai jangka panjang. Organisasi harus memprioritaskan karyawan dengan memberikan lingkungan kerja yang sehat dan menyediakan pelatihan dan pengembangan karir yang terus menerus.

  1. Berfokus pada Komunitas

Organisasi yang bertanggung jawab sosial akan menciptakan nilai jangka panjang dengan memperhatikan kebutuhan komunitas lokal mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan sukarela dan donasi, serta memastikan keberlanjutan bisnis mereka melalui kemitraan dan kolaborasi dengan pemerintah dan organisasi masyarakat.

Kombinasi dari faktor-faktor ini akan membantu organisasi menciptakan nilai yang berkelanjutan dan mencapai tujuan jangka panjang mereka.

 

INDIKATOR KEBERHASILAN  

Sebagai sebuah proses, keberlanjutan perlu memiliki parameter keberhasilan yang diukur secara objektif dan relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Indikator keberhasilan dalam pembangunan berkelanjutan dapat berupa:

  1. Indikator parameter ekonomi:

Indikator parameter ekonomi dalam indikator keberhasilan digunakan untuk mengevaluasi kinerja ekonomi dengan melibatkan ukuran-ukuran yang mencerminkan aspek-aspek ekonomi seperti profitabilitas, pertumbuhan, efisiensi, dan stabilitas finansial. Berikut beberapa contoh indikator parameter ekonomi yang umum digunakan:

  1. Profitabilitas, yaitu ukuran sejauh mana organisasi berhasil menghasilkan laba. Beberapa indikator profitabilitas meliputi Margin Laba Kotor, yaitu persentase laba yang diperoleh dari penjualan setelah mengurangkan biaya produksi dan Margin Laba Bersih, yaitu Persentase laba yang tersisa setelah mengurangkan semua biaya, termasuk biaya operasional dan pajak.
  2. Pertumbuhan Pendapatan yaitu ukuran seberapa cepat pendapatan organisasi meningkat dari waktu ke waktu. Ini dapat diukur dalam persentase pertumbuhan tahunan.
  3. Efisiensi Operasional yang mencakup berbagai indikator yang mengukur sejauh mana organisasi dapat menghasilkan pendapatan dengan biaya yang minimal. Contohnya termasuk:
  4. Rasio Biaya Penjualan (Cost-to-Sales Ratio) yaitu Rasio antara biaya operasional dan pendapatan total.
  5. Rasio Laba Bersih terhadap Penjualan (Net Profit Margin) yaitu Persentase pendapatan yang tersisa setelah mengurangkan semua biaya.
  6. Tingkat Penggunaan Sumber Daya yang mengukur efisiensi dalam penggunaan sumber daya organisasi, seperti modal, tenaga kerja, dan aset. Contohnya termasuk: Tingkat Utilisasi Aset (Asset Utilization), Rasio Pendapatan per Karyawan (Revenue per Employee).
  7. Pengendalian Hutang dengan melibatkan pengukuran keseimbangan antara hutang dan modal sendiri. Indikator ini termasuk: Rasio Utang Terhadap Ekuitas (Debt-to-Equity Ratio), Rasio Cakupan Bunga (Interest Coverage Ratio)
  8. Cash Flow, yaitu aliran masuk dan keluar uang organisasi. Ini termasuk: Arus Kas Operasional (Operating Cash Flow), Arus Kas Bebas (Free Cash Flow)
  9. Stabilitas Finansial yang mencerminkan stabilitas finansial organisasi dan kemampuannya untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Beberapa indikator termasuk: Rasio Lancar (Current Ratio), Rasio Utang Terhadap Modal Bersih (Debt-to-Equity Ratio)
  10. Nilai Pasar yang mencerminkan persepsi pasar tentang nilai perusahaan. Ini dapat diukur dengan nilai pasar saham atau harga saham perusahaan.
  11. Indikator-indikator ini digunakan untuk memahami dan mengukur kinerja ekonomi suatu organisasi, dan dapat bervariasi tergantung pada industri dan tujuan bisnis. Pemantauan dan analisis terus-menerus terhadap indikator-indikator ini membantu organisasi membuat keputusan strategis yang lebih baik dan mengukur kemajuan mereka dalam mencapai tujuan ekonomi mereka.seperti pertumbuhan PDB dan kemiskinan. Indikator sosial juga perlu dipertimbangkan seperti kesetaraan gender, akses kesehatan dan pendidikan.

 

  1. Indikator parameter sosial:

Indikator sosial dalam indikator keberhasilan digunakan untuk mengevaluasi dampak dan kinerja organisasi atau proyek dalam aspek sosial atau masyarakat. Ini melibatkan pengukuran sejauh mana aktivitas atau kebijakan memberikan manfaat sosial, memenuhi kebutuhan masyarakat, dan mempromosikan kesejahteraan sosial. Berikut adalah beberapa contoh indikator sosial yang umum digunakan:

  1. Kesejahteraan Masyarakat: Ini mencakup indikator-indikator yang mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat, seperti tingkat kemiskinan, pengangguran, tingkat pendapatan rata-rata, dan akses ke perumahan yang layak.
  2. Pendidikan: Indikator pendidikan mencakup tingkat melek huruf, tingkat kelulusan sekolah, akses ke pendidikan tinggi, dan kualitas pendidikan.
  3. Kesehatan Masyarakat: Ini mencakup indikator-indikator seperti harapan hidup, tingkat kematian anak, tingkat kesehatan umum, dan akses ke layanan kesehatan yang berkualitas.
  4. Ketimpangan Sosial: Pengukuran ketimpangan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, serta upaya untuk mengurangi ketimpangan sosial.
  5. Partisipasi Masyarakat: Mencakup tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, tingkat keterlibatan dalam kegiatan sosial, dan partisipasi dalam pemilihan umum.
  6. Kepemilikan dan Akses ke Aset: Indikator-indikator ini mencerminkan kepemilikan dan akses masyarakat terhadap aset seperti tanah, rumah, dan properti lainnya.
  7. Kualitas Hidup Pekerjaan: Ini mencakup faktor-faktor seperti kondisi kerja, tingkat upah, hak-hak pekerja, dan kesempatan kerja.
  8. Kesejahteraan Anak-anak: Indikator yang mengukur kondisi dan perlindungan anak-anak, termasuk akses ke pendidikan, kesehatan, dan lingkungan yang aman.
  9. Kesejahteraan Lansia: Ini mencakup aspek-aspek seperti perawatan kesehatan untuk lansia, kesempatan sosial, dan kualitas hidup bagi populasi lansia.
  10. Keanekaragaman dan Inklusi: Pengukuran tingkat inklusi sosial, perlindungan terhadap diskriminasi, dan promosi keanekaragaman budaya dan sosial.
  11. Keamanan dan Ketertiban Masyarakat: Ini mencakup tingkat kejahatan, tingkat keamanan masyarakat, dan upaya untuk memastikan ketertiban sosial.
  12. Pengentasan Kemiskinan: Pengukuran langkah-langkah yang diambil untuk mengentaskan kemiskinan dan memperbaiki kualitas hidup mereka yang berada dalam kemiskinan.
  13. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Ini mencakup upaya untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati dan dipromosikan dalam masyarakat.
  14. Kualitas Hubungan Sosial: Mencakup indikator-indikator yang mengukur kualitas hubungan antarindividu dan antar-kelompok dalam masyarakat.

Indikator-indikator sosial ini membantu dalam memahami dampak sosial dan kemanfaatan dari kebijakan atau proyek tertentu, serta memandu pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil mendukung kesejahteraan dan perkembangan masyarakat secara keseluruhan.

  1. Indikator parameter lingkungan:

Indikator keberhasilan dari sisi parameter lingkungan adalah metrik atau ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi dampak aktivitas atau kebijakan terhadap lingkungan. Indikator-indikator ini membantu dalam memahami sejauh mana suatu tindakan atau inisiatif telah mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan. Berikut adalah beberapa contoh indikator keberhasilan dari sisi parameter lingkungan:

  1. Emisi Gas Rumah Kaca dengan mengukur jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh suatu organisasi atau kegiatan. Pengurangan emisi dapat dianggap sebagai tanda keberhasilan dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
  2. Konsumsi Energi dapat diukur dalam satuan seperti megawatt jam (MWh) atau British thermal units (BTU). Mengurangi konsumsi energi dapat mengurangi jejak karbon dan biaya operasional. Jejak karbon (carbon footprint) adalah jumlah total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan secara langsung atau tidak langsung oleh individu, organisasi, produk, atau kegiatan tertentu. Emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O), berkontribusi pada perubahan iklim global dengan menyebabkan pemanasan global. Jejak karbon diukur dalam satuan metrik ton CO2 ekivalen dan digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia. Pemahaman tentang jejak karbon adalah penting untuk upaya mitigasi perubahan iklim dan untuk menciptakan masyarakat yang lebih berkelanjutan secara lingkungan. Banyak organisasi dan individu sekarang berupaya mengukur, mengelola, dan mengurangi jejak karbon mereka sebagai bagian dari tanggung jawab lingkungan mereka.
  3. Penggunaan Air dengan mengukur berapa banyak air yang digunakan oleh organisasi atau dalam proses produksi. Upaya untuk mengurangi penggunaan air dapat membantu menjaga ketersediaan sumber daya air yang berharga.

Sebanyak 87 persen kebutuhan air tawar di dunia disuplai dari danau. Ironisnya, sepanjang periode 1992-2020 volume air tawar danau di seluruh dunia turun hingga 53 persen. Danau-danau besar itu mengering karena krisis iklim dan penggunaan air berlebihan 9)

  1. Pengelolaan Limbah dengan mengukur jumlah limbah yang dihasilkan dan berapa banyak yang didaur ulang atau dibuang dengan aman. Pengurangan limbah dan peningkatan daur ulang adalah tanda keberhasilan dalam pengelolaan limbah. Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) juga wajib melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan peraturan, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan yang terbaru adalah Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
  2. Kualitas udara dengan mengukur kualitas udara, termasuk kadar polusi seperti PM2.5, NOx, SO2, dan ozon. Memperbaiki kualitas udara dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
  3. Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya dengan mengukur penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses produksi atau aktivitas tertentu. Pengurangan penggunaan bahan berbahaya dapat mengurangi risiko pencemaran dan dampak kesehatan.
  4. Penggunaan Lahan dengan mengukur perubahan dalam penggunaan lahan, seperti penggundulan hutan atau konversi lahan pertanian. Upaya pelestarian lahan atau restorasi dapat menjadi tanda keberhasilan dalam menjaga ekosistem.
  5. Penggunaan Sumber Daya Alam dengan mengukur penggunaan sumber daya alam seperti kayu, batu bara, atau logam. Pengurangan penggunaan berlebihan atau peningkatan penggunaan sumber daya terbarukan adalah tanda keberhasilan.
  6. Pengelolaan Limbah Berbahaya dengan mengukur pengelolaan limbah berbahaya seperti limbah medis atau kimia. Pengelolaan yang aman dan sesuai peraturan adalah tanda keberhasilan.
  7. Efisiensi Transportasi dalam hal penggunaan bahan bakar, emisi, dan lalu lintas. Meningkatkan efisiensi transportasi dapat mengurangi dampak lingkungan dan kemacetan.
  8. Pencemaran Air dan Air Limbah dengan mengukur tingkat pencemaran air dan air limbah yang dihasilkan oleh organisasi atau kegiatan. Pengendalian pencemaran air adalah tanda keberhasilan dalam menjaga kualitas air.
  9. Penggunaan Bahan Baku Berkelanjutan dengan mengukur penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, seperti bahan daur ulang atau sumber daya terbarukan.

Indikator-indikator ini membantu organisasi dan pemerintah mengukur, memantau, dan melaporkan kemajuan dalam upaya keberlanjutan lingkungan. Dengan menggunakan indikator ini, akan dapat diidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan dan mengukur dampak positif dari tindakan-tindakan berkelanjutan yang telah mereka implementasikan.

Menerapkan Pendekatan Berbasis Partisipasi

Pendekatan berbasis partisipasi melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pembangunan. Hal ini akan meningkatkan partisipasi dan komitmen masyarakat untuk menjaga keberhasilan program pembangunan. Dalam terminologi manajemen proyek, pendekatan berbasis partisipasi ini merupakan bagian dari stakeholder engangement plan yang disusun berdasarkan survey terlebih dari dahulu terhadap stakeholder terutama dari sisi tingkat kepentingan dan dampak yang bisa ditimbulkan atau seberapa besar pengaruh suatu kelompok stakeholder tersebut pada organisasi atau proyek.

Mengintegrasikan Strategi Berkelanjutan dalam Perencanaan

Strategi berkelanjutan perlu diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan untuk menciptakan keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan dalam perencanaan ekonomi dan sosial, serta mempertimbangkan kepentingan sosial dalam perencanaan lingkungan. Pada proses ini, secara sadar kita memasukkan komponen kepentingan generasi yang akan datang dalam proses rencana pembangunan secara lebih detil. Kepentingan generasi yang akan datang bukan hanya terhadap manfaat yang akan diperoleh atas pembangunan, tapi juga pertimbangan terhadap pengurasan sumberdaya untuk pembangunan dalam kaitannya dengan kebutuhan generasi yang akan datang.

Melakukan Evaluasi dan Pengawasan secara Berkala

Evaluasi dan pengawasan secara berkala perlu dilakukan untuk menilai keberhasilan program pembangunan. Evaluasi ini harus meliputi semua aspek pembangunan yang telah ditetapkan dalam indikator keberhasilan. Hal ini penting untuk memastikan keselarasan antara keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Dengan mengikuti kerangka kerja ini, diharapkan dapat tercapai keselarasan antara keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini akan menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Kerangka kerja yang dirancang untuk menyelaraskan keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan disebut sebagai Konsep Triple Bottom Line (TBL)

 

KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan ternyata sangat penting untuk mengusung berkelanjutan dalam konteks bisnis dan pengembangan sosial-ekonomi. Dengan mengadopsi praktik berkelanjutan, perusahaan dapat membangun nilai jangka panjang dan meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Penciptaan nilai dalam konteks berkelanjutan tidak hanya tentang keuntungan finansial segera, tetapi juga tentang menciptakan nilai jangka panjang. Ini mencakup pertimbangan seperti reputasi bisnis, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam upaya menciptakan nilai berkelanjutan, perusahaan dihadapkan pada tantangan dan peluang. Tantangan termasuk perubahan iklim, regulasi ketat, dan persaingan global. Di sisi lain, ada peluang untuk inovasi produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan dan lebih efisien. Disamping itu perlu adanya keselarasan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) PBB dimana untuk penerapannya di Indonesia bisa mengacu kepada empat pilar yang dicanangkan Kementerian PPN/ Bappenas untuk memudahkan pelaksanaan dan pemantauan, 17 Tujuan dan 169 target TPB/SDGs. Menciptakan nilai dalam konteks berkelanjutan harus mendukung pencapaian SDGs untuk meningkatkan kehidupan manusia dan planet ini.

Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk konsumen, investor, pemerintah, dan masyarakat, dalam upaya menciptakan nilai berkelanjutan menjadi hal yang krusial termasuk pelaporan berkelanjutan yang transparan dan akurat, yang memungkinkan perusahaan untuk memahami dampak berkelanjutan mereka dan memperbaikinya. Adanya kompleksitas dalam penciptaan nilai dalam cara yang berkelanjutan secara ekonomis, sosial, dan lingkungan, adanya tantangan yang signifikan tapi di sisi lain juga menawarkan peluang besar bagi bisnis dan masyarakat untuk berkontribusi pada perubahan positif jangka panjang.

 

Pernyataan:

Paper ini diimplementasikan sebagai tulisan analisis pasca kursus “Innovation For Impact The Carlson-Polizzotto Method of Value Creation” dan sebagai upaya penulis untuk peningkatan pemahaman mengenai Value Creation dalam konteksi berkelanjutan. Pandangan yang diungkapkan dalam dokumen ini berada di bawah sudut pandang penulis sebagai Lifelong Learner.

DAFTAR PUSTAKA

1) Paul J. Crutzen, Eugene F. Stoermer. 2000. The “Anthropocene”. Global Change Newsletter 41: 17–18

2) Foley, J.A. 2005. Global Consequences of Land Use. Science, 309, 570-574. http://dx.doi.org/10.1126/science.1111772

3) Curtis Carlson, Len Polizotto.2020. Innovation for Impact (i4i) The Carlson-Polizzotto Method of Value Creation. A short course by Coursera.org

4) Hendra Poerwanto G., Kristia, Fransisca Desiana Pranatasari. Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma.2019. Praktik Model Bisnis Berkelanjutan pada Komunitas UMKM di Yogyakarta. EXERO Journal of Research in Business and Economics Vol 2, No 2, November 2019, Hal. 183-204

5) John Elkington. 1998. Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business

6) Tanudjaja, Bing Bedjo. 2006. Perkembangan Corporate Social Responsibility Di Indonesia. NIRMANA, VOL.8, NO. 2, Juli 2006: 95

7) Azzahra, Tazkia Nafs Azzahra dan Yobel Manuel Oktapianus. 2022. Menilik Peluang Penerapan Label Karbon (Carbon Labelling) pada Kemasan Produk Makanan di Indonesia sebagai Instrumen Pemulihan Lingkungan. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 8, No. 2, 2022: Halaman 310

8) Kementerian      PPN/       Bappenas:              Sekilas    SDGs. https://sdgs.bappenas.go.id/sekilas- sdgs/#:~:text=TPB%2FSDGs%20merupakan%20komitmen% 20global,Bersih%20dan%20Terjangkau%3B%20(8)

9) Budianto, Yoesep. 2023. Menyusutnya Separuh Cadangan Air Tawar Danau di Dunia. https://www.kompas.id/baca/riset/2023/06/16/menyusutnya-separuh-cadangan-air-tawar-danau-di-dunia

Search

Categories

View the archives